Sahamok.net – Untuk pertama kalinya sejak April 2022, harga minyak brent turun di bawah $100 seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi.
Harga minyak mentah brent longsor di bawah $100
Dilansir Reuters, harga minyak mentah brent atau brent crude mengalami depresiasi hingga jeblok di bawah $100 dan mencetak rekor terendah sejak 25 April. Penurunan harga tidak terlepas dari tekanan jual yang tinggi seiring dengan kepanikan terhadap ancaman resesi.
Brent North Sea, kontrak minyak mentah acuan Eropa, turun 3,3% ke $99,39 dolar AS (USD) per barel pada kesepakatan sore, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga menukik 3,3% ke $96,12 USD.
Faktor pendorong utama dari tergelincirnya harga minyak dunia tidak terepas dari kecemasan terkait kondisi ekonomi global yang melambat, sehingga permintaan untuk produk minyak bumi menurun, dengan WTI menabrak level kunci di $100.
Dikutip economictimes, analisis Citi memprediksi bahwa Brent dapat mencapai penurunan hingga $65 pada akhir tahun 2022 jika terjadi pelemahan ekonomi di seluruh dunia yang berkepanjangan.
Selain itu pada hari Rabu, Goldman Sachs mengatakan bahwa aksi jual minyak – yang kemudian membuat harga brent crude turun – didorong oleh rasa waswas terhadap resesi.
Kewaspadaan inflasi dan efek kenaikan suku bunga
Penurunan harga minyak mentah brent seiring dengan dampak inflasi yang melaju semakin tak terkendali di berbagai negara.
Di kawasan Asia Pasific misalnya, inflasi di Korea Selatan pada bulan Juni mencetak rekor tertinggi hampir 24 tahun, mendorong kewaspadaan lebih lanjut akan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan demand untuk minyak.
Kemudian, Thailand juga menembus rekor inflasi tertinggi dalam 14 tahun pada bulan Juni, yang kemudian mendorong bank sentral untuk menaikkan biaya pinjaman lebih cepat. Konsekuensinya, harga konsumen melambung 7,66% dari tahun sebelumnya, naik 7,1% pada bulan lalu.
Laporan sebelumnya juga menjelaskan bagaimana bank-bank di Jerman meminta bank sentral Eropa menaikkan suku bunga lebih tinggi untuk menekan inflasi dalam rangka menghadapi ancaman resesi. Namun, efek kenaikan suku bunga tidak dapat diabaikan.
Pada dasarnya, kenaikan suku bunga sebagai bagian dari kebijakan moneter bank sentral memang bertujuan untuk mengendalikan inflasi. Ini kemudian akan mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, sehingga nilai uang tidak menurun.
Akan tetapi, kenaikan suku bunga juga berdampak pada peningkatan harga konsumsi rumah tangga dan biaya ekspansi usaha. Dengan kata lain, efek kenaikan suku bunga membuat aktivitas perekonomian lesu, dan konsekuensi terburuk pertumbuhan ekonomi menjadi negatif.
Jika dalam dua kuartal beruntun pertumbuhan ekonomi kontraksi, resesi menjadi sebuah keniscayaan. Inilah ancaman yang sedang dihadapi oleh berbagai negara di dunia; penurunan harga minyak brent di bawah $100 dan efek kenaikan suku bunga tampak semakin menguatkan realisasi akan resesi. (ald/ald)