Sahamok.net – Tingkat inflasi di AS pada bulan Agustus tetap berada di angka yang relatif tinggi alias tidak turun sebanyak yang diperkirakan. Data inflasi terbaru ini berdampak buruk pada pasar keuangan seperti saham dan termasuk pasar cryptocurrency.
Inflasi AS turun, tetapi masih tinggi di atas ekspektasi
Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat inflasi AS pada bulan Agustus turun ke 83%, melanjutkan pergerakan positif dalam dua bulan terakhir. Namun, penurunan angka inflasi ini masih lebih tinggi dari perkiraan yang diharapkan. Pada saat yang sama, indeks saham utama dan aset kripto teratas di bursa seperti Bitcoin dan Ethereum mengalami depresiasi.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS merilis laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) terbaru pada hari Selasa 13 September. Data menampilkan bahwa tingkat inflasi negara Paman Sam ini berada di angka 8,3% pada Agustus 2022. Angka ini jauh dari estimasi yang diharapkan di mana seharusnya inflasi mampu turun lebih lanjut ke 8,1%.
Fakta ini kemudian menggetarkan pasar keuangan dan menciptakan tekanan. Tercatat, indeks saham AS seperti S&P500 turun 4,33%, Dow Jones kontraksi 3,94%, dan Nasdaq merosot 5,16%. Selain itu, aset kripto terbaik di pasar juga ikut terjun bebas. Dalam 24 jam perdagangan terakhir, harga Bitcoin (BTC) anjlok 9% dan Ethereum (ETH) terjungkal 6%.
Mengapa pasar keuangan turun saat inflasi tinggi?
Pasar saham dan cryptocurrency utama secara umum tertekan akibat angka inflasi yang masih tetap tinggi, tidak sesuai ekspektasi. Ini merupakan bentuk aksi jual yang terjadi secara signifikan karena pasar mengantisipasi untuk depresiasi harga lebih lanjut.
Fakta yang terjadi sekarang adalah bahwa angka inflasi AS terbaru masih tinggi, yaitu 8,3% sehingga beban pasar belum terangkat dengan baik.
Devaluasi mata uang yang drastis juga telah mempersulit rumah tangga Amerika Serikat dan menjadi masalah terbesar bagi perekonomian.
Tidak hanya AS yang menderita Inflasi tinggi, sebagian besar negara lain di dunia juga menghadapi masalah yang sama. Ini secara khusus dialami oleh negara-negara yang berpartisipasi dalam memberi sanksi terhadap Rusia yang terlibat konflik dengan Ukraina.
Rusia, di sisi lain, membela diri dengan menghentikan pasokan gas alam dan minyak ke negara-negara barat. Ini semakin memicu kenaikan biaya energi, yang berdampak pada krisis energi. Pada gilirannya, ini mendorong harga barang-barang konsumsi sehari-hari meroket sehingga daya beli atau konsumsi masyarakat menurun. Akibatnya, aktivitas ekonomi tersumbat.
Kondisi ini justru memperburuk masalah sebelumnya, pandemi Covid-19, yang masih belum terselesaikan yang memberi berpengaruh negatif pada ekonomi global dan rantai pasokan internasional.
Penangkal krisis: suku bunga
Untuk mengatasi krisis ini, sebagian besar bank sentral di seluruh dunia telah mengumumkan kenaikan suku bunga yang relatif signifikan.
The Fed AS, misalnya, mengumumkan kenaikan suku bunga lebih lanjut ke tingkat sekitar 2% dengan harapan mampu menekan inflasi. Namun, mengingat angka inflasi AS pada bulan Agustus yang masih tinggi, pasar keuangan berharap adanya kenaikan suku bunga lebih.
Sayangnya, kenaikan suku bunga seperti ini bisa menjadi racun bagi pasar keuangan termasuk harga saham dan cryptocurrency. Karena tidak ada pemulihan yang signifikan untuk menangkal krisis, pasar harus bersiap-siap untuk kemungkinan yang lebih buruk. Ini bisa saja akan lebih menyakitkan.